lawang sewu malam hari

Gedung Lawang Sewu Semarang: Sejarah, Fakta, dan Keindahan

Gedung megah yang kokoh berdiri di simpang lima kota Semarang, Lawang Sewu, masih menjadi pusat kota Semarang hingga saat ini. Lawang Sewu merupakan saksi bisu sejarah, kehidupan lintas waktu, perkembangan budaya, dan perubahan zaman. Di tengah-tengah hiruk-pikuk peradaban kota yang semakin maju, Lawang Sewu tetap berdiri kokoh sebagai kebanggaan masyarakatnya di setiap generasi.

Kehadirannya di jantung kota menjadi pusat perhatian orang-orang yang membawa kisah-kisah uniknya. Jarak yang jauh atau dekat pun tidak menjadi halangan bagi mereka yang sangat ingin menyaksikan peninggalan sejarah besar bangsa ini.


Bahkan Lawang Sewu memiliki daya tarik yang membuat banyak orang terpikat dan tidak dapat mengalihkan pandangan. Kokohnya tembok putih yang memukau dari depan hingga bangunan paling belakang, serta ukiran arsitektur dengan sentuhan gaya Hindia Baru sudah cukup membuat para pengunjung takjub.

Sejarah panjang gedung ini juga memberikan sentuhan magis dan mistis yang semakin memperkuat keindahan bangunan ini sebagai tempat bersejarah yang wajib dikunjungi.

Meskipun Lawang Sewu bukan satu-satunya bangunan bersejarah di kota Semarang, tetapi banyak kisah yang mempengaruhi sejarah perkeretaapian di Indonesia terdapat di sana. Lalu bagaimana dengan desas-desus cerita mistis yang juga dipercayai oleh masyarakat? Mungkin memang benar jika tidak hanya sejarah indah yang ada di sana. Oleh karena itu, mengenal sejarah Lawang Sewu mungkin bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan kamu.

Mengenal Lebih Dekat Lawang Sewu

lawang sewu semarang

Lawang Sewu, yang artinya “seribu pintu” dalam bahasa Jawa, menjadi julukan yang lebih mudah diingat oleh masyarakat. Nama itu juga disebut sebagai Het administratiegebouw van de Nederlandsch-Indische Spoorweg-Maatschappij dalam bahasa Belanda. Gedung ini sebenarnya adalah kantor milik Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS).

Saat ini, bangunan ini menjadi aset milik PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan dijadikan museum serta galeri untuk mengenang sejarah perkeretaapian di Indonesia.

Tata Letak

Disebut Lawang Sewu karena gedung ini memiliki 429 pintu dan 1.000 jendela tinggi. Gedung dengan tiga lantai ini terletak di Jalan Pemuda, pusat Kota Semarang. Pembangunan dimulai pada tahun 1904 dan selesai pada tahun 1919. Namun, gedung ini sudah dibuka untuk digunakan sekitar tahun 1907.

Secara keseluruhan, gedung ini terdiri dari dua bangunan utama. Setiap bangunan memiliki dua gedung, yaitu A dan B, serta C dan D. Gedung A menghadap ke Tugu Muda dan memiliki dua menara kembar. Bangunan pertama ini menggunakan banyak kaca patri besar, tangga utama di tengah, dan jalur menuju lorong bawah tanah.

Di belakang Gedung A, terdapat Gedung B yang memiliki 3 lantai. Lantai 1 dan 2 sering digunakan sebagai kantor, sementara lantai 3 berfungsi sebagai loteng.

Lawang Sewu masih menjadi jantung kota Semarang hingga saat ini, menjadi saksi bisu sejarah dan kehidupan lintas waktu, perkembangan budaya serta perubahan zaman. Di antara hiruk pikuk peradaban kota yang semakin maju, Lawang Sewu tetap menjadi kebanggaan masyarakatnya di setiap generasi. Kehadirannya yang berada di jantung kota seolah menjadi poros yang akan selalu diikuti oleh orang-orang yang membawa cerita masing-masing. Jauh atau dekat, jaraknya tidak menjadi masalah bagi mereka yang sangat ingin menyaksikan salah satu peninggalan sejarah besar bangsa ini.

Asal-usul Nama

Lawang Sewu adalah nama bangunan bersejarah yang berasal dari bahasa Jawa yang berarti “seribu pintu”. Nama ini digunakan sebagai julukan untuk mempermudah masyarakat dalam menyebutnya. Dalam bahasa Belanda, Lawang Sewu juga dikenal sebagai Het administratiegebouw van de Nederlandsch-Indische Spoorweg-Maatschappij. Sebenarnya, bangunan ini adalah gedung perkantoran milik Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS).

Saat ini, bangunan Lawang Sewu menjadi aset milik PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan telah diubah menjadi museum serta galeri untuk memperkenalkan sejarah perkeretaapian di Indonesia.

Desain Bangunan

Bangunan Lawang Sewu diberi nama demikian karena memiliki banyak pintu, yaitu sebanyak 429 pintu, dan 1000 jendela tinggi. Gedung yang terdiri dari 3 lantai ini terletak di Jalan Pemuda, di tengah Kota Semarang. Pembangunan dimulai pada tahun 1904 dan selesai pada tahun 1919, namun gedung ini mulai digunakan sejak sekitar tahun 1907.

Lawang Sewu merupakan kompleks bangunan yang terdiri dari dua bangunan utama, masing-masing dengan dua gedung A dan B, serta C dan D. Bangunan A menghadap ke Tugu Muda dan memiliki dua menara kembar. Bangunan ini didominasi oleh kaca patri besar, tangga utama di bagian tengah, dan jalur menuju lorong bawah tanah.

Gedung B terletak di belakang Gedung A, dengan 3 lantai. Lantai 1 dan 2 sering digunakan untuk kantor, sedangkan lantai 3 berfungsi sebagai loteng.

Secara keseluruhan, gedung ini adalah bangunan bersejarah yang memiliki desain unik dengan jumlah pintu dan jendela yang banyak. Sebagai bangunan bersejarah, Lawang Sewu sangat penting untuk dijaga dan dilestarikan sebagai warisan budaya bangsa.

Sejarah Lawang Sewu

lawas

Lawang Sewu, seperti bangunan bersejarah lainnya, adalah saksi bisu perubahan zaman dan peradaban di sekitarnya. Untuk membahas sejarahnya secara mendalam, kita harus kembali ke tahun 1864 ketika pemerintah Belanda memulai program pembangunan jalur kereta api pertama di Indonesia.

Pada saat itu, perjalanan antarkota membutuhkan waktu yang cukup lama. Oleh karena itu, pemerintah Belanda membangun jalur kereta api untuk menghubungkan Semarang-Solo-Yogyakarta dan Kedungjati hingga Ambarawa.

Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS) menghubungkan Stasiun Semarang dan Stasiun Tanggung yang dimulai pada tahun 1864-1867. Awalnya, pembuatan jalur kereta api ini bertujuan untuk mengangkut hasil tani dan perkebunan dari Kraton Solo dan Kraton Yogyakarta ke pelabuhan Semarang. Namun, dengan semakin majunya teknologi ini, membuat NIS semakin sukses dan semakin banyak pegawai, sehingga mereka memutuskan untuk membangun kantor baru.

Kantor ini akan digunakan untuk semua urusan administrasi dan berlokasi di Jalan Pemuda, Semarang. Pada tahun 1904, proses pembangunan gedung kantor dimulai dengan menunjuk J.F. Klinkhamer dan B.J. Queendag sebagai koordinator perencanaan, serta memilih Cosman Citroen sebagai arsitek untuk gedung tersebut.

Setelah melalui proses pembangunan bertahap, gedung ini akhirnya selesai dibangun pada tahun 1918. Gedung ini menjadi kantor pusat Perusahaan Kereta Api swasta milik NIS, namun ketika Belanda mundur dan pemerintahan diambil alih oleh Jepang pada tahun 1942, gedung ini digunakan sebagai Kantor Ryuku Sokyoku (Jawatan Transportasi Jepang).

Selain sebagai kantor transportasi, pihak Jepang juga menggunakan ruang bawah tanah sebagai penjara untuk eksekusi mati. Pada bulan Oktober 1945, pemerintah Belanda ingin merebut kembali wilayah Semarang, sehingga menimbulkan perang yang berhasil membuat pihak Jepang mundur. Namun, Lawang Sewu tetap menjadi saksi bisu tragedi masa lalu.

Baca Juga: Dugderan: Asal Usul dan Signifikansi Tradisi Jelang Ramadan

Saksi Bisu Perkembangan Transportasi Kereta Api Indonesia

Lawang Sewu merupakan sebuah bangunan tua yang terletak di Kota Semarang dan menjadi saksi bisu perubahan zaman serta peradaban di sekitarnya. Seiring dengan perkembangan zaman, yang dulunya menjadi kantor pusat perusahaan kereta api swasta milik Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS) kini berstatus sebagai museum yang menyimpan banyak cerita serta perjuangan para pendahulu kita.

Untuk membicarakan sejarah, mungkin kita harus kembali pada tahun 1864 saat program pemerintahan Belanda ingin membuat jalur kereta api pertama kali di Indonesia. Pada saat itu, perjalanan antar kota membutuhkan waktu yang cukup lama, seh

Setelah berakhirnya Perang Dunia II, bangunan ini kembali berubah menjadi kantor DKARI (Djawatan Kereta Api Republik Indonesia). Namun, pada tahun 1946, kantor DKARI harus pindah ke bekas kantor de Zustermaatschappijen karena Lawang Sewu akan digunakan sebagai markas tentara Belanda.

Pada tahun 1994, PT Kereta Api Indonesia mengambil alih kembali bangunan Lawang Sewu dan kemudian melakukan restorasi pada tahun 2009. Seluruh dinding dicat ulang, ruangan dibersihkan, dan beberapa bagian gedung direnovasi, semuanya dilakukan dengan tujuan menjadikan bangunan ini sebagai salah satu cagar budaya Indonesia. Sebagai hasil dari restorasi ini, pada tahun 2011, Ibu Negara Ani Yudhoyono meresmikan bangunan ini sebagai museum yang kini menjadi tempat wisata domestik dan mancanegara.

Keunikan Lawang Sewu yang Menarik untuk Diketahui

unik

Tidak hanya memiliki keindahan arsitektur yang memukau, Lawang Sewu juga menyimpan beberapa fakta menarik yang sayang untuk dilewatkan, di antaranya:

Desain Bangunan Didasarkan pada Kondisi Iklim

Bangunan ini sangat unik dan menakjubkan tidak terlepas dari perancangan yang matang dan detail. Sebelum akhirnya memiliki desain seperti sekarang, seorang arsitek bernama P.de Rieu sebenarnya sudah merancang gedung ini untuk kantor NIS. Namun, desain tersebut tidak dianggap baik, sehingga kemudian diganti dengan perancangan yang lebih memukau hasil kerja sama Jacob K.Klinkhamer, B.J Oedang, dan G.C.Citroen.
Bangunan Lawang Sewu didesain untuk memenuhi kebutuhan para pekerja dalam iklim tropis dan lembab di Indonesia. Maka dari itu, bangunan ini memiliki jendela lebar dan banyak untuk meningkatkan sirkulasi udara di dalam gedung. Selain itu, pintu yang banyak dan saling terhubung memudahkan gerakan para pekerja dari satu ruangan ke ruangan lainnya.

Gaya bangunan kolonial Hindia Belanda juga terlihat pada gedung ini, seperti atap double gevel yang membantu sirkulasi udara yang lebih baik. Arsitektur juga mengusung gaya Romanesque Revival dengan sisi lengkung di setiap sudut bangunan, ditambah dengan menara kembar yang menjadikan gedung ini semakin ikonik.

Tata Ruang yang Disesuaikan dengan Kebutuhan

Tak hanya sebagai gedung megah yang mempesona, Lawang Sewu juga menawarkan berbagai fasilitas yang memenuhi kebutuhan para pegawai setempat. Setiap ruangan dalam gedung memiliki fungsinya masing-masing, seperti bangunan perkantoran yang terhubung dengan pintu-pintu sehingga para pegawai dapat dengan mudah berpindah tempat untuk bekerja.
Terdapat pula aula besar yang berfungsi sebagai ruang pertemuan, rapat, dan berbagai acara lainnya. Tidak ketinggalan, menara kembar yang menjadi tempat penampungan air juga turut menambah keindahan Lawang Sewu. Saat masuk ke gedung Lawang Sewu, pengunjung akan disambut dengan museum di lantai satu yang berisi dokumentasi dan sejarah perkeretaapian Indonesia. Di lantai dua terdapat aula dan ruang rekreasi, sedangkan di lantai tiga terdapat ruang olahraga.

Memiliki Nilai Seni yang Tinggi

Bangunan tua Lawang Sewu juga memiliki keunikan dan nilai seni yang tak kalah menarik. Seperti halnya kaca patri yang diletakkan di atas tangga utama, yang memiliki nilai filosofis yang mendalam. Ornamen empat kaca patri tersebut memiliki nilai dan harapan yang berbeda-beda. Kaca patri pertama menggambarkan keindahan tanah Jawa yang kaya akan sumber daya alam, mulai dari flora, fauna hingga hasil bumi. Kemakmuran tersebut digambarkan dengan indah dengan sentuhan gaya Eropa.

Kaca patri kedua merefleksikan kisah tentang Semarang dan Batavia pada masa lalu, di mana kedua kota besar tersebut menjadi pusat kegiatan maritim. Pada kaca patri selanjutnya, terdapat lambang roda terbang serta gambar Dewi Fortuna dan Venus yang melambangkan keberuntungan dan cinta.

Selain itu, pada bidang lengkung yang terdapat di atas balkon, terdapat karya seni dari tembikar karya H.A Koopman yang terpahat dengan indah. Tak ketinggalan, terdapat pula kubah kecil di atas menara air yang berlapis tembaga dan dirancang oleh L. Zijl yang menambah kesan elegan Lawang Sewu.

Urban Legend Lawang Sewu

Tidak dapat dipungkiri, Lawang Sewu memiliki aura mistis yang tidak jauh berbeda dari cerita legenda urban. Terlebih lagi, bangunan ini sempat kosong dan ditinggalkan selama beberapa waktu sebelum akhirnya direnovasi. Namun, menyebutkan nama Lawang Sewu seringkali membuat orang merasa penasaran dan takut, karena ada banyak cerita mistis yang terkenal dan terus dibicarakan di masyarakat.
Setelah NIS meninggalkan Lawang Sewu, bangunan tersebut digunakan oleh pihak Jepang sebagai kantor dan penjara bawah tanah. Di balik kemegahan bangunan ini, Jepang sering melakukan eksekusi terhadap para tahanannya dan membuang mayat mereka ke dalam lubang pembuangan.

Karenanya, tak heran jika Lawang Sewu juga menyimpan cerita duka yang dalam. Mungkin ada lebih banyak peristiwa yang tidak terungkap yang membuat gedung belakang dan bagian bawah tanah yang menimbulkan kesan yang kurang menyenangkan.

Banyak orang percaya bahwa banyak penampakan dan hal-hal mistis yang terjadi di bawah tanah. Oleh karena itu, pengunjung tidak diperbolehkan masuk ke beberapa bagian Lawang Sewu demi alasan keamanan dan kenyamanan. Lawang Sewu adalah keajaiban mistis yang tak bisa diabaikan dan tetap menjadi bahan pembicaraan hingga saat ini.

Kisah Perang Lima Hari di Lawang Sewu

Lawang Sewu memiliki sejarah yang tak lepas dari perang lima hari. Pada tahun 1942, gedung tersebut beralih kepemilikan dari NIS ke tangan Jepang. Namun, pada tahun 1945, para pemuda Semarang berupaya merebut kembali Lawang Sewu dari tangan Jepang. Selama lima hari berturut-turut pada tanggal 15 hingga 19 Oktober, Angkatan Pemuda Kereta Api (AMKA) berjuang melawan tentara Jepang di depan gedung yang megah itu.
Meskipun tentara Jepang yang jumlahnya sekitar 500.000 orang berada di dalam dan sekitar gedung, AMKA tetap bertahan dan berusaha merebut kembali Lawang Sewu. Pasukan AMKA yang kalah jumlah berjuang dengan gigih selama lima hari, tetapi sayangnya mereka tetap kalah.

Perang lima hari yang terjadi di Semarang ini menyisakan kekalahan dan kesedihan, banyak pejuang yang gugur dalam perjuangan merebut kembali gedung itu. Pemuda-pemuda pemberani yang telah berkorban nyawa selama perang tersebut dimakamkan di Giri Tunggal, karena sebelumnya mereka hanya dimakamkan di taman Tugu Muda. Keberanian para pemuda Semarang dalam mempertahankan Lawang Sewu menjadi sebuah cerita heroik yang tak terlupakan.

Baca Juga: Sejarah Warak Ngendog Kota Semarang

Keindahan Lawang Sewu, Spot Foto Terbaik untuk Pemotretan

Bangunan tua namun indah, tetap memukau untuk menjadi spot foto terbaik. Desain bangunannya yang unik dan bergaya Hindia Belanda membuat setiap sudut tampak menawan. Tak hanya bangunan depan yang menunjukkan kemegahan istana, tetapi juga lorong-lorong yang dinamis dan khas, serta taman depan yang sering menjadi spot foto, bahkan tempat untuk sesi foto pra-pernikahan.

Lebih lagi, suasana saat senja dengan lampu oranye yang redup membuat mood foto semakin estetis. Bahkan, kadang menjadi tempat penyelenggaraan acara dengan nuansa semi outdoor.

Lawang Sewu Sebagai Destinasi Wisata Wajib di Semarang

Tidak dapat dipungkiri, Lawang Sewu menjadi salah satu tempat ikonik di Kota Semarang. Sebagai tempat wisata wajib di Semarang dan ikut menjadi peninggalan sejarah yang berpengaruh bagi kota tersebut. Tidak heran jika saat mengunjungi Kota Semarang, para wisatawan pasti setidaknya sekali akan berkunjung ke tempat ini. Lawang Sewu adalah saksi bisu peninggalan sejarah bangsa yang tak boleh dilewatkan.

Lawang Sewu sendiri adalah bangunan tua bergaya Hindia Belanda yang terletak di jalan Pemuda, Semarang. Bangunan ini awalnya merupakan kantor administrasi perusahaan kereta api Hindia Belanda dan memiliki sejarah yang sangat panjang. Kini, tempat ini telah menjadi salah satu tempat wisata wajib di Semarang yang menyuguhkan pesona keindahan arsitektur bergaya kolonial dan nuansa sejarah yang tak terlupakan.

Jadi, tidak heran jika Lawang Sewu menjadi salah satu tempat wisata wajib yang harus kamu kunjungi ketika berkunjung ke Kota Semarang. Selain itu, kamu juga dapat menjelajahi tempat ikonik lainnya di kota ini seperti Kota Lama Semarang, Sam Poo Kong, Masjid Agung, dan berbagai tempat lainnya yang pastinya akan membuat liburanmu menjadi lebih berkesan.