wisata religi Semarang

4 Destinasi Wisata Religi Semarang Yang Menyimpan Kisah Mistis dan Sejarah

Wisata religi Semarang menawarkan perjalanan spiritual dan sejarah yang mendalam melalui jejak-jejak makam keramat yang tersebar di kota ini. Dengan latar belakang sejarah yang kaya, Semarang menyimpan cerita-cerita mistis dan peninggalan sejarah yang menjadi bagian integral dari identitas kota. Melalui makam-makam keramat ini, pengunjung dapat menapaktilasi perjalanan spiritual para ulama dan wali yang telah memberikan kontribusi besar pada pembentukan budaya dan tradisi Semarang.

Pembentukan karakter kota Semarang yang unik adalah hasil dari perpaduan antara kepercayaan spiritual dan jejak sejarah yang terukir dalam setiap sudut kota. Dalam listicle ini, kita akan menjelajahi empat makam keramat di Semarang yang tidak hanya menjadi saksi bisu dari perjalanan sejarah kota ini, tetapi juga menawarkan kekayaan spiritual yang dapat dinikmati oleh setiap pengunjung yang mencari pengalaman wisata religi yang berbeda.

Makam Habib Muhammad Ba’abud, Wisata Religi Semarang Utara

wisata religi semarang Makam Habib Muhammad Ba'abud

Habib Muhammad bin Abdullah bin Husein Ba’abud dipercaya sebagai waliyullah yang memiliki karomah luar biasa di zaman hidupnya. Makam Habib Muhammad Ba’abud merupakan salah satu makam kuno yang berada di bagian utara Semarang. Beliau adalah seorang keturunan Rasulullah saw yang tercatat hidup di Kelurahan Dadapsari sekitar abad ke-18 Masehi dan meninggal pada tanggal 21 Ramadhan 1212 Hijriyah atau 9 Maret tahun 1798 Masehi. Beliau dimakamkan di area Mushola Nurul Karomah kampung Kalicilik Pace, bersama Syarifah Alawiyyah.

Nama Habib Muhammad Ba’abud begitu dikenal di kalangan masyarakat. Dari riwayat hidupnya, sosok waliyullah ini memiliki latar belakang yang bisa dihubungkan jauh sebelum masa penjajahan di Nusantara. Menurut informasi dari Habib Rifqi Shahab, Habib Muhammad Ba’abud dipastikan hidup di era 1700-an Masehi. Pada masa itu, kekuasaan di Jawa berada di bawah Mataram Islam yang berpusat di Jawa Tengah bagian selatan.

Nama Habib Muhammad Ba’abud begitu dikenal di kalangan masyarakat. Dari riwayat hidupnya, sosok waliyullah ini memiliki latar belakang yang bisa dihubungkan jauh sebelum masa penjajahan di Nusantara. Menurut informasi dari Habib Rifqi Shahab, Habib Muhammad Ba’abud dipastikan hidup di era 1700-an Masehi. Pada masa itu, kekuasaan di Jawa berada di bawah Mataram Islam yang berpusat di Jawa Tengah bagian selatan.

Makam Habib Muhammad Ba’abud sangat kuno, sehingga riwayat kehidupannya tidak terlalu banyak tercatat, hanya cerita-cerita yang berkembang dari mulut ke mulut oleh orang-orang terdahulu. Di kalangan masyarakat, Habib Muhammad Ba’abud dikenal sebagai seorang waliyullah yang majdub. Ada dua jalur bagi seorang wali, yaitu suluk dan majdub, jalur suluk bisa ditempuh dengan normal, sementara jalur majdub hanya dipilih oleh Allah swt untuk orang tertentu.

Selama hidupnya, beliau tidak memiliki tempat tinggal yang tetap, hidup secara nomaden. Setiap hari beliau berkeliling dari satu kampung ke kampung lain, sering mampir ke rumah orang-orang yang dalam kesusahan bahkan menginap di rumah warga. Namun, setiap rumah yang disinggahi Habib Muhammad, besoknya akan ada kematian, yang konon menjadi tanda akan lahirnya orang berpengaruh dari keluarga tersebut.

Di samping itu, pada masa hidupnya, Habib Muhammad juga memiliki karomah lain seperti kebiasaannya meludahi orang lain. Menurut Habib Cipi Shahab, ludah Habib Muhammad memiliki kekuatan khusus, dalam sebuah cerita, beliau meludahi banyak orang, jika yang diludahinya adalah kaki maka orang tersebut akan menjadi alim, sedangkan jika yang diludahinya adalah punggung maka orang tersebut tidak akan pernah taubat hingga akhir hayatnya.

Sering meludahi orang, jika meludahinya di kaki, berarti orang tersebut alim, tapi jika diludahi di punggung, orang tersebut tidak akan pernah taubat. Dakwahnya tidak hanya di sini, beliau berkeliling tanpa tempat tinggal yang pasti, namun asal usulnya dari daerah sini, kelurahan Dadapsari.

Makam Syekh Kramat Jati (Al-Habib Hasan Bin Yahya), Wisata Religi Semarang Tokoh Pejuang Kemerdekaan

Wisata Religi Semarang Makam Syekh Kramat Jati

Syekh Kramat Jati diakui sebagai salah satu pejuang kemerdekaan Indonesia. Ia mendapat julukan Mbah Singo Barong, yang mencerminkan kegagahan dan kegarangan seperti Singa saat bertempur melawan penjajah.

Tidak banyak yang mengetahui bahwa Habib Hasan memiliki hubungan kekeluargaan dengan keluarga Keraton Jogjakarta. Ia adalah menantu dari Sultan Hamengku Buwono II dan ipar dari Hamengku Buwono III. Oleh karena hubungan ini, ia dianugerahi gelar Raden Tumenggung Sumodiningrat dan sering disebut sebagai Syekh Kramat Jati. Julukan Singo Barong sangat melekat padanya mengingat sifat garangnya yang sangat ditakuti oleh penjajah Belanda saat itu.

Sebelum terjadinya Perang Padri, pesantren yang beliau pimpin sempat diratakan tanah oleh penjajah. Habib Hasan kemudian berhijrah ke wilayah Jogjakarta. Kemudian, ia mengamankan perbatasan antara Jawa Tengah dan Jogjakarta pada sekitar tahun 1790-an. Dikarenakan ditakuti oleh perampok dan disegani oleh penjajah, beliau ditunjuk sebagai kepala pasukan yang melindungi Sultan Hamengkubuwono II. Itulah awal masuknya Habib Hasan ke dalam lingkungan keluarga keraton.

Perpindahan Habib Hasan ke Semarang bermula dari kekacauan yang tidak bisa diatasi oleh Adipati Semarang. Ia dikirim oleh Sultan Hamengkubuwono III untuk membantu mengatasi situasi. Setelah menyelesaikan tugasnya, perjuangannya tidak berakhir di situ.

Hasil panen dari lahan yang ia miliki tidak pernah digunakan untuk kepentingan pribadi, melainkan selalu dibagikan kepada masyarakat yang membutuhkan. Inilah alasan mengapa anak-anak dan penduduk lokal sangat menyayanginya.

Makam Mbah Kramat Jati atau Habib Hasan bin Yahya ini terletak di Jalan Taman Duku Kelurahan Lamper Kidul Kecamatan Semarang Selatan Kota Semarang. Beliau dikenal sebagai Kramat Jati karena konon dahulu di samping makamnya terdapat pohon jati besar. Pada suatu pagi, pohon tersebut tumbang dan batangnya terpotong menjadi berkeping-keping. Namun, pada waktu Ashar, angin besar berhembus dan pohon tersebut kembali berdiri tegak seolah tidak terjadi apa-apa.

Makam dan Masjid Nyatnyono, Penjelajahan Mistis di Lereng Gunung Sukroloyo

Makam dan Masjid Nyatnyono

Di kota kecil Ungaran, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, terhampar sejarah spiritual yang mendalam di lereng Gunung Sukroloyo yang hijau dan subur. Di sini, terletak makam Syekh Hasan Munadi, tokoh penyiar agama Islam yang hidup pada masa awal berdirinya Kesultanan Demak Bintoro. Beliau berdakwah bersama putranya Syekh Hasan Dipuro hingga wafat.

Makam dan Masjid Nyatnyono, yang terletak tepat di Desa Nyatnyono, Ungaran, adalah peninggalan sejarah yang tak tergantikan dari zaman Kerajaan Demak. Lokasi ini, yang terletak di Dusun Nyatnyono, menyimpan makam keramat waliyullah Hasan Munadi yang hingga saat ini masih terjaga dan terpelihara dengan baik.

Di sekitar kompleks makam, terdapat sebuah sendang atau mata air, yang dikenal sebagai Sendang Nyatnyono atau Sendang Kalimah Toyyibah. Air yang berasal dari sendang ini dipercaya memiliki khasiat penyembuhan untuk berbagai penyakit. Kisahnya, air ini bersumber dari mata air yang dahulu merupakan tongkat Hasan Munadi yang tertancap di tanah.

Hasan Munadi, dengan gelar tumenggung, adalah seorang punggawa Kerajaan Demak di bawah kepemimpinan Raden Fatah. Beliau memimpin pasukan kerajaan dalam menghadapi berbagai ancaman dan kejahatan yang mengancam stabilitas Kerajaan Demak. Setelah masa tugasnya, Hasan Munadi memilih untuk mensyiarkan ajaran Islam di daerah selatan kerajaan dan akhirnya meninggal pada usia yang panjang, 130 tahun.

Makamnya kini beristirahat dengan tenang di kampung halaman Nyatnyono, tepat di atas Masjid Subulussalam. Keunikan lain dari kompleks ini adalah air keramat dari Sendang Kalimat Thoyibah. Bagi mereka yang ingin merasakan khasiat air ini, terdapat tradisi khusus yang harus diikuti. Setiap pengunjung yang ingin mandi di sendang ini diwajibkan untuk mengenakan sarung, dan dilarang memakai perhiasan apa pun, seperti cincin atau gelang.

Untuk memudahkan pengunjung, kini telah tersedia jasa penyewaan sarung di pintu masuk sendang. Ini adalah bukti dari kearifan lokal dan kepedulian masyarakat sekitar terhadap pelestarian tradisi dan kekudusan tempat ini.

Menjejakkan kaki di Makam dan Masjid Nyatnyono bukan hanya membawa kita ke dalam nuansa sejarah yang mendalam, tetapi juga ke dalam perjalanan spiritual yang menyejukkan dan membuka mata hati.

Makam Habib Thoha bin Muhammad Bin Yahya Depok Semarang, Wisata Religi Tengah Kota Semarang

Siapakah Habib Thoha ini? Berdasarkan narasi sejarah, beliau merupakan kakek dari Rais Am Idaroh Aliyah Jam’iyyah Ahlit Thoriqoh Al Mu’tabarah Al Nahdliyah (JATMAN) Habib Lutfi Bin Yahya Pekalongan. Habib Thoha dijuluki sebagai Mbah Kramat Depok, Semarang, sebuah julukan yang merujuk pada nama kampung di mana beliau dimakamkan. Lokasi makam ini sangat strategis, terletak tepat di belakang Kantor BCA Jalan Pemuda Semarang, dikelilingi oleh deretan bangunan megah di sekitarnya.

Arsitektur Makam Mbah Depok Semarang menggambarkan keanggunan dengan sentuhan Timur Tengah yang khas. Bangunan berwarna putih ini memiliki lantai yang dilapisi marmer. Keenam pohon kurma yang berdiri tegak di kompleks makam menambah keindahan estetika tempat ini.

Bukan hanya keindahan bangunannya yang menarik, tetapi juga terdapat sumur keramat yang menjadi daya tarik tersendiri bagi para peziarah. Sumur dengan kedalaman sekitar lima meter ini berlokasi di samping Makam Mbah Depok.

Mbah Depok dihargai sebagai salah satu tokoh ulama kota Semarang, waliyullah, dan penyebar agama Islam terutama di kota Semarang.

Karomah Habib Thoha atau Mbah Depok ini tak terbatas sebagai ulama dan pengusaha, namun juga sebagai pendiri padepokan di kota Semarang sehingga jalan menuju ke makamnya pun diberi nama Jalan Depok. Mbah Depok bisa dianggap sebagai salah satu leluhur Kota Semarang. Kontribusinya sangat berharga dalam sejarah dan pengembangan Islam di kota Semarang.

 

Perjalanan melalui makam-makam keramat ini membuka pintu ke dalam sejarah dan spiritualitas yang mendalam yang terkandung dalam hati kota Semarang. Setiap makam menceritakan kisah unik tentang individu-individu suci yang kehidupannya telah meninggalkan jejak abadi pada masyarakat Semarang. Lewat wisata religi Semarang ini, pengunjung diberikan kesempatan untuk merasakan dan menghargai keragaman dan kedalaman tradisi spiritual serta sejarah kota.

Wisata religi Semarang juga menawarkan peluang untuk memahami bagaimana nilai-nilai spiritual dan tradisi lokal telah membentuk identitas kota yang kaya dan beragam ini. Seiring dengan menjelajahi makam-makam keramat ini, pengunjung akan mendapatkan pengalaman yang berharga dan mendalam tentang bagaimana sejarah dan spiritualitas telah berjalin dan membentuk kerangka budaya kota Semarang. Dengan demikian, menjelajahi makam-makam keramat ini tidak hanya menjadi perjalanan spiritual, tetapi juga perjalanan sejarah yang mengesankan.