bangunan peninggalan belanda di semarang

25 Bangunan Bersejarah Peninggalan Belanda di Semarang

Sebagai ibu kota provinsi, Semarang memiliki sejarah perlawanan yang panjang melawan ketidakadilan penjajahan yang dilakukan oleh bangsa asing. Banyak peristiwa penting terkait perjuangan rakyat yang terjadi di Semarang, seperti kisah perjuangan Dr. Karyadi dan pertempuran palagan Ambarawa. Semarang adalah kota yang ramai pada masa penjajahan dan pernah beberapa kali menjadi pusat pemerintahan di wilayah Jawa Tengah. Sejumlah bangunan dibangun untuk mendukung kegiatan pemerintahan bangsa asing saat menjajah Semarang. Beberapa bangunan peninggalan Belanda tersebut bahkan masih berdiri kokoh hingga kini dan menjadi saksi bisu semangat membara rakyat Semarang dalam melawan penjajahan.

Lawang Sewu

lawang sewu semarang

Pada tahun 1904 hingga 1907, Lawang Sewu dibangun dan di masa penjajahan Belanda, bangunan ini menjadi pusat perusahaan kereta api yang bernama Netherlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS). Setelah Indonesia merdeka, bangunan ini sempat berfungsi sebagai Kantor Djawatan Kereta Api Repoeblik Indonesia (DKARI), lalu menjadi Kantor Prasarana Komando Daerah Militer (Kodam IV/Diponegoro) dan Kantor Wilayah Kementerian Perhubungan Jawa Tengah. Sekarang, bangunan Lawang Sewu menjadi destinasi wisata dan museum yang populer di Semarang.

Gereja Blenduk

Gereja Blenduk yang berlokasi di Semarang, dengan sejarah yang mencakup lebih dari dua abad, adalah sebuah monumen keagamaan dan arsitektural yang signifikan. Didirikan pada tahun 1742 M, gereja ini mengalami perjalanan evolusi arsitektural yang menarik, dimulai dengan pendeta pertamanya, Johannes Wilhelmus Swemmelaar, yang menjabat dari tahun 1753 hingga 1760 M. Disebut-sebut sebagai gereja Protestan tertua di Jawa, awalnya, struktur gereja ini dirancang dengan gaya rumah panggung Jawa, menampilkan atap tradisional Jawa yang tampak pada Peta Kota Semarang tahun 1756.

Namun, perubahan besar terjadi pada akhir abad ke-19, ketika pada tahun 1894-1895, gereja ini mengalami renovasi besar-besaran di bawah arahan H.P.A. De Wilde dan W. Westmaas. Renovasi ini mengubah wajah gereja menjadi struktur megah yang kita lihat hari ini, dengan gaya arsitektur Pseudo Baroque yang merupakan ciri khas arsitektur Eropa antara abad 17 hingga 19. Gaya Pseudo Baroque ini mencerminkan keanggunan dan kearistokratan, yang menjadi simbol kehadiran dan pengaruh Eropa di tanah Jawa.

Salah satu detail menarik adalah bahwa setiap renovasi yang terjadi diabadikan melalui tulisan pada batu marmer yang terpasang di bawah altar gereja. Ini menunjukkan apresiasi dan penghormatan terhadap sejarah dan evolusi arsitektural gereja ini. Meskipun telah mengalami renovasi, esensi dan ciri khas arsitektur Eropa klasiknya tetap dipertahankan, menjadikan Gereja Blenduk (GPIB Immanuel) sebagai salah satu landmark arsitektural dan historis di Semarang.

Gereja Blenduk adalah bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga kanvas sejarah yang menggambarkan interaksi antara budaya lokal dengan pengaruh kolonial Eropa, serta evolusi estetika dan fungsi bangunan keagamaan di lingkungan urban Semarang. Bangunan ini berbicara banyak tentang sejarah kota, menjadikannya sebuah situs penting bagi mereka yang ingin menggali lebih dalam tentang sejarah dan arsitektur kolonial di Indonesia.

Gedung Keuangan Negara Semarang

gedung keuangan negara semarang

Gedung Keuangan Negara Semarang awalnya bernama Het Groot Huise. Bangunan ini memiliki sejarah yang panjang dengan beberapa pergantian fungsi, seperti balaikota, kantor polisi, kantor karesidenan, kantor pos dan keuangan, serta Ruang Sidang Raad Van Justice. Arsitekturnya yang unik karena berbentuk kotak dan jika dilihat dari atas nampak seperti balok gedung ini kemudian disebut sebagai gedung papak. Kini, gedung ini berfungsi sebagai kantor pemerintah dan menjadi salah satu destinasi wisata sejarah yang populer di kota Semarang.

Kantor Pos Semarang

kantor pos semarang

Kantor Pos Semarang terletak tepat di sebelah Gedung Keuangan Negara, dan menjadi salah satu kantor pos tertua di Indonesia. Gedung ini selalu difungsikan sebagai kantor pos sejak awal pembangunannya hingga sekarang. Pada tahun 1979, gedung ini sempat direnovasi. Di depan gedung kantor pos ini, terdapat tugu titik nol kilometer Kota Semarang.

Kampung Kauman

mesjid kauman

Kampung Kauman merupakan salah satu kampung bersejarah di Jawa Tengah yang berada di Kota Semarang. Kampung ini memiliki ciri khas sebagai pusat kota dengan kompleks pemerintahan yang mengelilingi alun-alun, mirip dengan kota-kota lainnya. Kampung Kauman juga memiliki keterkaitan sejarah dengan wilayah di sekitarnya.

Tangsi Militer Belanda

tangsi militer belanda

Tangsi Militer Belanda, juga dikenal sebagai De Werttenbergse Kazerne, awalnya dibangun karena banyaknya tentara bayaran yang direkrut oleh penguasa Belanda yang tinggal di sana dan datang dari berbagai daerah. Tangsi Militer ini bermula dari perlawanan orang Tionghoa di Batavia (Jakarta) pada tahun 1740.

Orang Tionghoa melarikan diri dari Batavia setelah melawan tentara Belanda. Ketika tiba di Semarang, pemberontakan ini berlangsung hingga 1743 dan melibatkan orang-orang Tionghoa pada waktu itu. Namun, Belanda berhasil menghentikan pertarungan dan menggiring orang-orang Tionghoa ke daerah Simongan untuk memudahkan pengawasan.

Pada tahun 2001, gedung Tangsi Militer Belanda tersebut dibongkar dan diubah menjadi Semarang Plaza yang kini berfungsi sebagai pusat perbelanjaan dan kantor. Meski telah mengalami perubahan, bangunan ini masih menyimpan sejarah panjang tentang perlawanan dan pengawasan di masa penjajahan Belanda.

Pabrik Hygeia

Pabrik Hygeia

Pabrik Hygeia yang terletak di Semarang ini didirikan pada tahun 1901 oleh Hendrik Freerk Tillema, seorang apoteker asal Belanda. Pabrik ini menjadi jenama air minum dalam kemasan yang pertama di Semarang. Nama Hygeia sendiri diambil dari nama putri Asklepios dalam mitologi Yunani Kuno.

Sebelumnya, Hendrik bekerja di sebuah perusahaan farmasi dan perusahaan limun yang kemudian mengakuisisi Pabrik Hygeia. Di pabrik ini, sistem pengisian air ke dalam botol di atas ban berjalan dianggap sebagai sistem paling maju pada masanya. Sistem ini dikenal sebagai konveyor.

Selain air mineral, Hendrik memiliki ide untuk memproduksi minuman bersoda setelah membaca jurnal Framast Het Pharmaceutisch Weekblad. Jurnal tersebut mencatat bahwa jutaan botol soda diimpor setiap tahunnya. Menurut Hendrik, jika ia bisa menjual ratusan botol soda, ia akan mendapatkan keuntungan yang cukup menggiurkan.

Saat ini, bangunan pabrik digunakan sebagai gudang minyak goreng, dan menjadi bangunan konstruksi beton pertama yang dibangun di kota Semarang. Meskipun begitu, sejarah dan kontribusi Pabrik Hygeia tetap menjadi bagian penting dalam perkembangan industri minuman di Semarang.

Pasar Johar

Pasar Johar

Pasar Johar merupakan salah satu bangunan peninggalan Belanda yang terletak di sisi timur alun-alun dan konon dinamai dari pohon johar yang dulunya tumbuh di sekitarnya. Pada tahun 1931, pasar ini mengalami perluasan dan menjadi pusat perdagangan modern yang terkenal di Asia Tenggara pada zamannya. Pasar Johar dirancang oleh arsitek bernama Herman Thomas Karsten dari Hindia Belanda dan dikombinasikan dengan lima pasar yaitu Pasar Johar, Pasar Pademaran, Pasar Beteng, Pasar Jurnatan, dan Pasar Pekojan, yang membuat kawasan ini menjadi hidup dan tetap populer hingga kini.

Meskipun demikian, pasar ini pernah mengalami kejadian perbaikan pada tanggal 9 Mei 2015 dan masih dalam tahap perbaikan. Namun, pasar ini tetap menarik minat para wisatawan karena memiliki nilai sejarah yang tinggi dan tetap menjadi pusat perdagangan yang ramai hingga saat ini. Dengan perbaikan yang sedang dilakukan, diharapkan Pasar Johar bisa kembali menjadi pasar yang megah dan terindah di kawasan Asia Tenggara seperti pada masa lalu.

De Willemsbrug atau De Sociëteitsbrug, Sekarang Jembatan Berok

jembatan berok semarang

Jembatan Berok, yang dikenal dengan nama formal “Gouvernementsbrug” dan kemudian “Societeitsbrug”, memiliki sejarah yang kaya yang berawal dari era kolonial di Indonesia, khususnya di kota Semarang. Jembatan ini awalnya dibangun pada tahun 1705, berfungsi sebagai penghubung penting antara Jalan Pemuda dan Mpu Tantular di kota lama Semarang, yang dikenal sebagai oudstadt. Lokasinya berdekatan dengan benteng berbentuk segilima yang bernama Benteng Vijhoek.

Nama asli dari jembatan ini adalah “Brug”, yang dalam bahasa Belanda berarti “jembatan”. Namun, karena penduduk lokal Jawa kesulitan dalam melafalkannya, secara kolokial dikenal sebagai “Berok”, yang kemudian berubah menjadi “Mberok”. Awalnya, jembatan ini disebut “Gouvernementsbrug” ketika kantor pemerintahan kolonial dipindahkan ke dekatnya. Kemudian, nama jembatan ini diubah menjadi “Societeitsbrug” menyusul beberapa perubahan di area tersebut, terutama terkait dengan Societet Amiticia. Pelafalan lokal mengubah “brug” menjadi “bérok,” yang seiring waktu berubah menjadi “mBérok”.

Pada tahun 1925, nama Societeitsbrug sudah digunakan, dan jembatan ini umumnya dikenal sebagai Jembatan Berok. Sejarah jembatan ini mencerminkan lapisan dan transisi pengaruh kolonial dan lokal di Semarang, yang menunjukkan perpaduan budaya Belanda dan Jawa selama berabad-abad.

Berbagai nama dari Jembatan Berok mencerminkan transisi budaya dan sejarah di Semarang dari era kolonial hingga saat ini. Sepanjang sejarahnya, jembatan ini telah menjadi saksi terhadap evolusi lanskap sosio-politik kota, yang melambangkan hubungan abadi antara masa lalu dan masa kini.

Residentie Bureaux, Kantor Cabang VOC, Lalu Kantor Nederlandsche Handel Maatschappij, Sekarang Bank Mandiri

Nederlandsche Handel Maatschappij

Selama era kolonial, kota Semarang, khususnya kawasan kota tua yang dikenal sebagai Kota Lama, menampung bangunan administratif dan komersial penting yang mewakili kepentingan kolonial Belanda. Dua bangunan penting tersebut adalah kantor Nederlandsche Handel Maatschappij (NHM) dan VOC Residentie Bureaux.

Kantor NHM di Semarang merupakan bagian dari Nederlandsche Handel Maatschappij, sebuah perusahaan perdagangan. Di awal abad ke-20, sekitar dekade pertama, kantor NHM pindah ke sebuah bangunan baru yang terletak bersebelahan dengan bangunan penting lainnya. Bangunan baru ini awalnya dirancang oleh Jacob F. Klinkhamer dan B.J. Ouëndag, dan kemudian dijalankan oleh arsitek D.W. Hinse. Bangunan ini siap ditempati pada tahun 1910, yang merupakan dua tahun setelah pendirian kantor Lawang Sewu oleh NIS. Bangunan baru NHM ini terletak di area perdagangan kolonial pusat Semarang, menunjukkan pentingnya perdagangan selama periode kolonial. Pada masa kini kantor tersebut digunakan oleh Bank Exim, dan menjadi salah satu gedung indah di area Kota Lama.

Adapun “Residentie Bureaux” mengacu pada kantor administratif VOC, dimana istilah Belanda “Residentie” menunjukkan sebuah residen atau subdivisi administratif. Residen Semarang (Residentie Semarang) ada dari tahun 1818 hingga 1942 dan merupakan subdivisi administratif dari Hindia Belanda, menyoroti kontrol administratif oleh Belanda di Semarang selama periode kolonial. VOC memiliki kontrol atas Semarang sejak tahun 1678 ketika Sunan Amangkurat II berjanji untuk menyerahkan kontrol Semarang kepada VOC sebagai bagian dari pembayaran utang, menandai awal kehadiran administratif VOC di wilayah tersebut. Dan kini, kantor cabang VOC yang merupakan salah satu  peninggalan belanda di semarang itu digunakan sebagai Bank Mandiri di Kota Lama Semarang.

De Semarangsche Handelsvereeniging, Sekarang RNI Kantor Sapto Argopuro & Notaris Rukiyanto

De Semarangsche Handelsvereeniging

Bangunan kantor D.H. De Semarangsche Handelsvereeniging (Asosiasi Perdagangan Semarang) selama era kolonial di Semarang, membawa sejarah yang kaya. Asosiasi ini merupakan entitas penting dalam lanskap perdagangan dan komersial Semarang selama periode kolonial Belanda. Asosiasi ini berhubungan dengan Royal Java-China-Japan Line, menunjukkan peran dalam rute perdagangan maritim yang menghubungkan Jawa dengan bagian lain dari Asia.

Pada 23 September 1922, Handelsvereeniging Semarang pindah ke bangunan baru yang terletak di seberang kantor NHM (Nederlandsche Handel-Maatschappij atau Netherlands Trading Society). Bangunan baru ini adalah karya dari firma arsitektur “Karsten, Lutjens, dan Toussaint,” seperti dilaporkan oleh De Sumatra Post pada 27 September 1922. Ada catatan visual bangunan yang terletak di Zuidelijke Westerwalstraat di Semarang, berdekatan dengan Koloniale Bank, yang diabadikan dalam gambar historis.

Semarangsche Handelsvereeniging merupakan sebuah asosiasi dari perusahaan-perusahaan ekspor-impor, bank-bank, dan industri (analog dengan kamar dagang masa kini) yang didirikan pada tahun 1854. Gedung SH adalah sebuah bangunan elegan dua tingkat yang terletak di seberang kantor Nederlandsche Handel Maatschappij, dan bersama-sama mereka membentuk pintu gerbang Kota Lama. Bangunan dengan gaya Modernisme awal ini dilengkapi dengan sistem penerangan dan pencahayaan alami.

Kumpulan fakta ini menggambarkan gambaran hub perdagangan yang dinamis di bawah aturan kolonial Belanda, dengan Semarangsche Handelsvereeniging memainkan peran penting dalam aktivitas komersial Semarang, sehingga menjadikan bangunannya sebagai landmark penting di Kota Lama Semarang. Dan kini, saksi bisu sejarah Seamrang sebagai kota besar perdagangan Asia Tenggara ini menjadi kantor bagi RNI Sapto Argopuro & Notaris Rukiyanto.

Koninklijke Paketvaart Maatschappij (KPM), Java-China-Japan LIJN (JCJL), Koninklijke Nederlandsch-Indische Luchtvaartmaatschappij (KNILM), Sekarang PT PELNI

Bangunan kantor yang berdiri megah ini adalah manifestasi nyata dari gaya Art Deco, sebuah hasil cipta apik dari F.J.L. Ghijsels yang bernaung di bawah Algemeen Ingenieurs en Architectenbureau (AIA) untuk KPM. Diciptakan pada tahun 1917, bangunan ini berhasil mencapai titik penyelesaian pada tahun 1918, menandai kelahiran karya Art Deco Indies pertama yang bersemayam di Semarang. Gaya Art Deco Indies ini merupakan fusi antara gaya modern Eropa dengan detail lokal, menciptakan sebuah simfoni arsitektur yang merefleksikan kehangatan tropis dan keanggunan zaman kolonial.

Prinsip-prinsip arsitektur yang dianut bangunan ini tidak hanya menekankan estetika, namun juga fungsionalitas. Konsep penerangan dan ventilasi udara alami yang diadopsi, membawa harmoni antara bangunan ini dengan lingkungannya, menciptakan sejauh mungkin kesejukan di tengah iklim tropis yang panas. Penerapan prinsip-prinsip ini kemudian menjadi inspirasi bagi bangunan Karsten SMN (Djakarta Lloyd) yang berdiri di dekatnya, memperlihatkan bagaimana bangunan ini menjadi pelopor dalam mengadopsi pendekatan-pendekatan arsitektur modern di era itu.

Meski kini peninggalan belanda di semarang ini tidak lagi dimanfaatkan secara optimal oleh P.T. Pelni, namun keberadaannya tetap menjadi saksi bisu sejarah perdagangan dan arsitektur di kota lama Semarang. Bagian pintu masuk utama yang dulu menjadi ciri khas penting, meskipun telah mengalami perubahan, namun masih tetap membawa aura kejayaan masa lalu yang menarik untuk dieksplorasi.

Kantor Pitcairn Syme & Co., Liverpool & London & Globe Insurance

Pitcairn Syme & Co., Liverpool & London & Globe Insurance kota lama

Bangunan elegan yang berlokasi di Jl. Garuda, Semarang ini, menampilkan keunikan arsitektural sekaligus menjadi bukti nyata dari dinamika kegiatan bisnis kolonial di masa lalu. Tempat ini pernah menjadi rumah bagi Pitcairn Syme & Co., agen dari Liverpool & London & Globe Insurance Co., Ltd., sebuah konglomerat dari tiga perusahaan asuransi ternama yaitu Liverpool Fire and Life Insurance, Edinburgh & Dublin Insurance Company, dan Globe Insurance Company. Evolusi korporasi berlanjut dengan keterlibatan perusahaan Sun Alliance, yang juga pernah menempati salah satu bangunan megah di Kota Lama Semarang.

Dari sudut pandang arsitektural, bangunan ini menampilkan ciri khas era kolonial dengan konstruksi dua lantai yang kokoh. Salah satu elemen arsitektural yang paling menonjol adalah double façade-nya, sebuah desain yang memungkinkan bangunan ini memiliki dua lapis dinding di bagian depan dengan serambi atau teras di antaranya. Desain double façade ini tidak hanya menambah estetika bangunan, namun juga berfungsi sebagai buffer terhadap udara panas luar, mencegah panas matahari langsung memasuki ruangan, sebuah inovasi yang mengakomodasi tantangan iklim tropis Indonesia.

Serambi ini, sejatinya adalah ruang isolasi yang memungkinkan udara segar beredar sekaligus menghalau panas, menciptakan kenyamanan bagi penghuni bangunan. Meskipun bangunan ini telah mengalami serangkaian renovasi yang mengubah bentuk aslinya, jejak arsitektural asli masih dapat ditangkap dari struktur bangunan yang tersisa. Kini, meskipun identitas aslinya sedikit kabur, namun bangunan ini tetap merupakan bukti bersejarah dari peran Inggris di abad ke-19, sebuah era di mana kegiatan asuransi dan keuangan mulai membentuk perekonomian kolonial di Semarang.

Bangunan ini, bersama dengan bangunan McNeill & Co, menjadi representasi dari keberadaan dan pengaruh Inggris pada zaman tersebut. Menyusuri koridor-koridor bangunan ini, para penjelajah sejarah dan arsitektur akan menemukan kisah-kisah masa lalu yang terukir dalam setiap sudut dan detail arsitekturalnya. Menjadi salah satu ikon Kota Lama Semarang, bangunan ini menawarkan sebuah perjalanan melalui waktu, mengajak kita untuk mengulik lebih dalam tentang bagaimana arsitektur kolonial dan kegiatan bisnis membentuk wajah kota ini di masa lalu. Sebuah destinasi yang menjanjikan bagi mereka yang ingin menyelami sejarah arsitektural, kegiatan bisnis kolonial, peninggalan belanda di semarang, dan serangkaian kisah-kisah yang membentuk Semarang seperti yang kita kenal hari ini.

Het Noorden, Sekarang Kantor Suara Merdeka

Het Noorden Kota Lama

Bangunan bersejarah di Jl. Merak No.11A, Semarang, berdiri sebagai saksi bisu dari perubahan zaman dan dinamika sosial-politik yang terjadi di tanah Jawa. Bangunan ini, dengan gaya arsitektural tradisional Eropa, adalah hasil rancangan apik dari Biro Arsitek Hulswit – Ed. Cuypers yang pada awalnya ditujukan untuk menampung kegiatan operasional Javasche Bank di abad ke-19. Namun, takdir membawanya menjadi kantor surat kabar Pemerintah Kolonial Het Noorden, sebuah media cetak yang saat itu menjadi sarana informasi penting di era kolonial.

Seiring berjalannya waktu, bangunan ini sempat menjadi markas militer (Kodim) sebelum akhirnya, pada tahun 1963, menjadi rumah bagi Harian Suara Merdeka, surat kabar terkemuka di Jawa Tengah. Posisi strategisnya di pusat kota, disertai dengan estetika arsitektural yang mengesankan, menjadikan bangunan ini bukan hanya sebagai pusat informasi, namun juga sebagai ikon budaya dan sejarah.

Gedung ini memamerkan keindahan arsitektur Eropa tradisional yang digabungkan dengan sentuhan lokal, menciptakan sebuah simbol keanggunan dan elegansi. Setiap detail bangunan, mulai dari bentuk jendela, pilar kokoh, hingga ornamen-ornamen khas, semuanya menceritakan kisah tentang masa lalu yang kompleks dan berlapis.

Kini, bangunan ini mendapat penghormatan baru sebagai Depo Arsip dan Galeri Merak, sebuah ruang yang menghargai dan memamerkan sejarah dan warisan budaya lokal. Tempat ini bukan hanya menjadi tujuan wisata bagi mereka yang tertarik pada sejarah dan arsitektur, namun juga menjadi peninggalan belanda di semarang yang menghubungkan masa lalu dengan generasi saat ini.

Technische School, Sekarang eks- Perbekalan Kodam

Technische School kota lama semarangBangunan yang terletak di ujung timur Jl. Merak di Semarang ini membawa kisah sejarah yang mendalam dari era kolonial, menampilkan evolusi pendidikan kejuruan di Hindia Belanda. Dikenal sebagai Ambachtschool atau Sekolah Pertukangan, bangunan ini dibangun sekitar tahun 1900 atau mungkin lebih awal, sebagai institusi pendidikan yang dirancang untuk mempersiapkan anak-anak Eropa menjadi tenaga kerja siap pakai. Direktur sekolah ini bahkan didatangkan langsung dari Eropa, salah satunya adalah Anthonie Johannes Hoogenboom, yang mengabdi di Hindia Belanda dari tahun 1901 hingga 1930, dan mendapat fasilitas istimewa berupa penginapan di Hotel Jansen.

Pada tahun 1911, dalam rangka evaluasi pendidikan, sekolah pertukangan kolonial di Hindia Belanda ini diubah menjadi Sekolah Teknik dengan kurikulum empat tahun yang dibiayai oleh pemerintah kolonial. Namun, berbeda dengan kota-kota besar lainnya seperti Batavia, Bandung, dan Surabaya, Ambachtschool Semarang yang didanai swasta ini tidak segera mengubah program belajarnya. Baru beberapa tahun kemudian, sekolah ini bertransformasi menjadi Sekolah Teknik.

Dari segi arsitektur, bangunan Ambachtschool ini menampilkan desain linier berkonfigurasi “L” yang terletak strategis pada sudut pertemuan Jl. Merak dengan Jl. Cenderawasih. Dilihat dari Jl. Merak, bangunan ini memperlihatkan langgam Indies dengan pengaruh Neo-Klasik yang mencolok, membentang dengan simetri yang anggun. Pintu masuk utama menghadap ke utara pada bagian yang bertingkat, sementara pada kedua ujung barat dan timur bangunan, terdapat pediment yang menciptakan komposisi seimbang dan estetika visual yang memikat.

Fasad bangunan ini menghadirkan deretan jendela kayu berkrepyak dengan busur-busur pengaruh Renaissance, menciptakan ritme arsitektural yang menarik. Setiap detail dari bangunan ini, mulai dari ornamentasi hingga struktur, mengisahkan tentang periode kolonial dan transformasi pendidikan kejuruan di Hindia Belanda.

Bangunan Ambachtschool ini adalah representasi fisik dari sejarah pendidikan kejuruan di era kolonial, sekaligus menjadi monumen arsitektural yang merefleksikan pengaruh Eropa pada desain dan pendidikan di Hindia Belanda. Bagi para pelancong sejarah dan peminat arsitektur era kolonial, eksplorasi peninggalan belanda di semarang ini akan menawarkan pemahaman mendalam tentang bagaimana pendidikan dan arsitektur tumbuh dan berevolusi di bawah pengaruh kolonial di Semarang.

Stadsschouwburg (bagian auditorium dan cafeteria), Sekarang Gedung Marabunta

Gedung Marabunta Kota Lama SemarangBangunan Stadsschouwburg yang berdiri gagah di Semarang membawa jejak sejarah yang mendalam, mengajak kita melangkah kembali ke era kolonial di abad ke-19, dimana hiruk pikuk seni pertunjukan berpadu dengan dinamika sosial dan ekonomi yang tengah berlangsung. Tanggal pasti pendiriannya masih membawa misteri; ada yang mengatakan bangunan ini didirikan pada tahun 1835, tak lama setelah perang Diponegoro yang menguras kas kerajaan, sementara lainnya menunjuk pada tahun 1854, sebuah periode yang bersinggungan dengan kebangkitan apresiasi seni di kalangan masyarakat Belanda/Eropa di Semarang. Argumentasi kedua ini tampaknya memiliki kaitan yang lebih erat dengan industri perkebunan dan eksploitasi sumber daya alam lain yang sedang berkembang pesat pada waktu itu, menarik populasi Belanda dan Eropa untuk menanamkan modal dan mendukung pertumbuhan infrastruktur umum seperti transportasi kereta api dan laut.

Bangunan Stadsschouwburg menjadi saksi bisu dari keberagaman pertunjukan seni yang semakin meningkat seiring pergantian abad, hingga memasuki dua dasawarsa pertama abad ke-20. Berbagai kelompok kesenian dan komedi dari berbagai tempat berdatangan untuk menampilkan kreasi-kreasi mereka di panggung teater ini. Fenomena aktris Matahari (Margaretha Geertruida Zelle) juga pernah menghiasi panggung Stadsschouwburg dengan penampilannya yang memukau. Kegiatan seni pentas ini juga menarik perhatian J.H. Seelig & zoon, sebuah toko alat musik dan perangkat pemutar piringan hitam yang kian memperkaya nuansa artistik kawasan tersebut.

Dari segi arsitektural, Stadsschouwburg adalah bangunan teater proscenium yang terbagi menjadi tiga bagian utama: panggung, auditorium atau ruang penonton, dan bagian depan atau lobby. Auditorium dengan luas 600 meter persegi berdenah ellips ini didukung oleh kolom-kolom kokoh di sekelilingnya, ditambah dengan deretan kolom yang lebih langsing pada bagian dalamnya, menciptakan atmosfer yang intim antara penonton dan pertunjukan di atas panggung. Ruang depan atau lobby dengan luas 120 meter persegi, dilengkapi dengan cafeteria, menawarkan tempat bagi penonton untuk bersosialisasi sebelum dan setelah pertunjukan. Bagian panggung dengan luas 450 meter persegi ini mencakup pula ruang perlengkapan, namun catatan mengatakan bagian ini telah dibongkar dan diganti dengan bangunan baru, dengan mengambil komponen-komponen dari bagian auditorium.

Pengaturan prasarana transportasi di bangunan ini juga terlihat dari penyediaan tempat parkir kereta kuda dan tempat istirahat untuk sais. Bangunan di seberang jalan nomor 40 dahulu adalah istal, menambah nuansa historis kawasan ini. Setelah era kolonial berakhir, bagian auditorium dan lobby Stadsschouwburg memiliki sejarah lain; pernah digunakan sebagai sekretariat Yayasan Angkatan Empat Lima hingga tahun 1956, dan selanjutnya menjadi kantor perusahaan EMKL – Ekspedisi Muatan Kapal Laut. Sayangnya, kondisi bangunan ini terlantar setelah menjadi korban vandalisme, namun jejak historis dan arsitekturalnya tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari warisan budaya Semarang, menawarkan cerita-cerita sejarah yang menarik untuk dieksplorasi bagi para pencinta sejarah, arsitektur, dan seni pertunjukan.

Stadsschouwburg (bagian panggung bangunan Stadsschouwburg), sekarang bagian Marabunta

Stadsschouwburg kota lama semarangBangunan baru yang kini berdiri di situs Stadsschouwburg, tepatnya pada area bekas bagian panggung, menandai babak baru dalam evolusi ruang urban di lokasi historis ini. Transformasi ini juga mencerminkan dinamika kepemilikan tanah dan properti yang berlanjut seiring berjalannya waktu. Penerusan kepemilikan kepada ahli waris telah memicu pembagian properti menjadi dua bagian, sebuah fenomena yang tidak jarang terjadi dalam konteks hukum properti dan warisan.

Kondisi ini menciptakan dua entitas properti yang berbeda di lokasi yang sama, namun dengan sejarah dan makna yang sama mendalam. Meskipun bangunan baru ini mungkin tidak lagi membawa jejak sejarah Stadsschouwburg yang asli, namun lokasinya yang bersejarah tetap menjadikan area ini sebagai situs penting dalam narasi sejarah dan arsitektural Semarang.

Dalam konteks yang lebih luas, fenomena ini juga menggambarkan bagaimana sejarah, hukum properti, dan evolusi urban berinteraksi dalam membentuk wajah kota-kota di Indonesia, termasuk Semarang. Bagaimana keputusan hukum dan kepemilikan mempengaruhi penggunaan tanah dan bangunan, serta bagaimana mereka, pada gilirannya, membentuk dan merefleksikan sejarah sosial dan kultural dari area tersebut.

Bangunan baru di bekas situs Stadsschouwburg ini, dengan latar belakang sejarahnya yang kaya, membawa potensi untuk menggali lebih dalam dan memahami bagaimana sejarah, arsitektur, dan hukum properti berjalin dalam narasi urban Semarang. Meskipun mungkin tidak lagi menggema dengan hiruk-pikuk seni pertunjukan dari masa lalu, situs ini tetap menawarkan kesempatan untuk refleksi dan eksplorasi peninggalan belanda di semarang dalam konteks modern.

NILLMIJ – Nederland-Indische Levensverzekering en Lijfrente-Maatschappij, Sekarang Gedung Jiwasraya

peninggalan belanda di semarang

NILLMIJ, sebuah perusahaan asuransi yang berasal dari era Hindia Belanda, berdiri sejak tahun 1859 dan membawa era baru dalam industri asuransi di wilayah ini. Pada tahun 1916, bangunan ikonik yang menjadi kantor pusat NILLMIJ di Semarang, dirancang oleh arsitek terkemuka, H. Thomas Karsten, melalui biro arsitektur Karsten, Lutjens, dan Toussaint. Rancangan Karsten ini menggantikan bangunan sebelumnya yang memiliki pengaruh arsitektur Neo Klasik.

Desain bangunan NILLMIJ ini terlihat unik dengan konfigurasi “L” yang menarik, yang bukan hanya sekadar pilihan estetika, namun juga sebuah tanggapan arsitektural terhadap Gereja Blenduk yang berdiri megah di seberang jalan. Interaksi antara desain tapak dan bentukan atap bangunan NILLMIJ dengan Gereja Blenduk menciptakan dialog arsitektural yang harmonis, menunjukkan bagaimana bangunan-bangunan bersejarah di kota ini berkomunikasi dan berinteraksi satu sama lain melalui bahasa arsitektural.

Bangunan NILLMIJ, dengan desainnya yang terukur dan hubungannya dengan Gereja Blenduk, memperkaya kanvas arsitektural Kota Lama Semarang. Bangunan ini tidak hanya menggambarkan evolusi arsitektural di Semarang selama era kolonial, namun juga mencerminkan bagaimana arsitektur dapat merespons dan berdialog dengan konteks sekitarnya, menciptakan korelasi estetika dan fungsional yang mendalam.

Desain dan penempatan bangunan NILLMIJ mengingatkan kita tentang keahlian dan sensitivitas arsitektural Karsten dalam mengintegrasikan struktur baru dengan lingkungan bersejarah yang sudah ada. Ini merupakan contoh bagaimana arsitektur peninggalan belanda di semarang bisa menjadi media untuk merayakan dan memperkaya identitas dan sejarah suatu tempat, sambil berkontribusi pada narasi visual dan fungsional kota.

Borsumij – Borneo Sumatra Handel Maatschappij, Kini Borsumy Heritage

Borsumij – Borneo Sumatra Handel Maatschappij Borsumy Heritage Kota Lama

 

Borsumij muncul sebagai salah satu pilar ekonomi di Hindia Belanda, karena liberalisasi ekonomi yang terjadi pasca era Tanam Paksa. Didirikan pada tahun 1883 oleh J.W. Schlimmer, yang saat itu menjabat sebagai agen NHM (Nederlandsch Handel Maatschappij) di Banjarmasin, perusahaan ini menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Pada waktu itu, NHM, sebuah perusahaan dagang, sedang dalam transisi menuju sektor perbankan, situasi yang dimanfaatkan oleh Schlimmer untuk mengembangkan Borsumij. Pada tahun 1894, perusahaan ini mendapatkan identitas baru sebagai N.V. Borneo Sumatra Handel Maatschappij dengan pusat operasionalnya di Den Haag. Kemudian, Borsumij berkolaborasi dengan Geo Wehry & Co, membentuk entitas baru, Borsumij Wehry.

Bangunan kantor Borsumij di Semarang dan Surabaya menjadi saksi bisu dari gerakan arsitektural Nieuwe Bouwen Indies. Arsitek J.F.L. Blankenberg diberikan mandat untuk merancang kantor di Semarang pada tahun 1938, dengan mengambil inspirasi dari karya G.C. Citroen (yang meninggal pada tahun 1935) untuk kantor Surabaya sebelumnya. Prinsip ventilasi dan penghawaan alami yang diadopsi pada bangunan ini sejalan dengan yang diterapkan di Lawang Sewu. Bangunan Borsumij Semarang berdiri megah menggantikan bangunan sebelumnya yang mengadopsi gaya Neo Klasik, menandai babak baru dalam sejarah arsitektural kota ini. Peletakan batu pertama bangunan monumental ini dilakukan pada tahun 1939, dan konstruksi peninggalan belanda di semarang tersebut dipegang oleh Firma Ooiman & van Leeuwen.

Mc Neill & Co., Maclaine & Co., Hongkong & Shanghai Banking Corporation

Eks-kantor Mc Neill & Co., MacLaine & CO., Hongkong & Shanghai Banking Corporation

Bangunan bersejarah di ujung Jl. Branjangan yang menghadap jalan utama Kota Lama Semarang, dulunya merupakan kantor dari perusahaan McNeill & Co., yang telah berdiri sejak seperempat awal abad ke-19. Saat perusahaan dagang Inggris, MacLaine & Co., yang juga berkecimpung dalam perkebunan kopi di wilayah Salatiga-Surakarta, memutuskan untuk membuka agen di Semarang pada tahun 1823, mereka memilih untuk bergabung dan menempati bangunan tersebut. Selanjutnya, bangunan ini juga dijadikan sebagai kantor untuk Wakil Konsulat Inggris dan Hongkong & Shanghai Banking Corporation. MacLaine & Co. kemudian bertransformasi menjadi Maclaine Watson & Co dan bertahan hingga dekade 1960-an.

Jl. Branjangan, yang pada masa itu dikenal dengan nama Oude Staadhuisstraat, terus mempertahankan kepentingannya selama era keemasan perkebunan, terutama karena aksesnya yang strategis ke pelabuhan dan stasiun kereta api. Pada periode berikutnya, Konsulat Perancis memilih untuk menempatkan kantornya di bangunan yang terletak di sudut Jl. Letjen Suprapto.

Bangunan ini dirancang dengan dua lantai, menampilkan barisan jendela pada lantai atas dan kombinasi pintu serta jendela pada lantai bawah. Jendela di lantai atas dirancang dengan model berkrepyak yang kemudian dilengkapi dengan luifel peneduh, menciptakan nuansa arsitektural klasik yang elegan. Berbeda dengan bangunan-bangunan lainnya di sekitarnya, peninggalan belanda di semarang ini tidak memiliki teras dan berdiri langsung menghadap jalan. Desain dan penempatan bangunan ini mencerminkan karakteristik dan fungsi bangunan komersial pada masa itu, yang diperuntukkan untuk mendukung kegiatan perdagangan dan diplomatik di pusat kota kolonial Semarang.

Geo Wehry & Co (bangunan bagian dari) Nederlandsche Handel Maatschappij, sekarang Kota Lama Pool And Resto

geo wehry peninggalan belanda di semarang

Bangunan historis yang kini menjadi rumah bagi Kota Lama Pool and Resto, dulunya merupakan kantor dari P.T. Panca Niaga, yang mengambil alih dari Geo Wehry & Co. Geo Wehry & Co adalah salah satu dari lima perusahaan dagang terkemuka di Hindia Belanda yang berdiri sejak tahun 1862 di Batavia, dengan cabang-cabang yang tersebar di Surabaya dan Cirebon. Perusahaan ini terkenal sebagai eksportir produk pertanian utama, seperti tembakau dan kopi. Pada tahun 1863, mereka mulai memasuki industri perkebunan teh dan mengekspor produksinya secara mandiri. Kemudian, pada tahun 1902, mereka memperluas operasionalnya dengan membuka pabrik pengolahan karet, dan pada tahun 1920, terjun ke dalam industri manufaktur.

Pada awal abad ke-20, kantor cabang Semarang dari Geo Wehry & Co pindah ke sebuah bangunan megah yang berlokasi bersebelahan dengan kantor Nederlandsche Handel Maatschappij (NHM). Bangunan ini dirancang dengan cermat oleh Jacob F. Klinkhamer dan B. J. Ouëndag, dengan implementasi desain yang diawasi oleh arsitek D.W. Hinse. Bangunan ini rampung dan siap ditempati pada tahun 1910, hanya dua tahun setelah pembangunan Kantor NIS (Lawang Sewu). Bangunan ini tidak hanya menampung kantor, namun juga memiliki gudang untuk keperluan penyimpanan dan distribusi.

Bangunan ini, dengan desain arsitektural yang klasik dan sejarahnya yang kaya, mencerminkan perjalanan industri dan perdagangan di Semarang selama era kolonial. Kini, bangunan ini bertransformasi menjadi Kota Lama Pool and Resto, namun tetap mempertahankan aura historisnya, menjadi saksi bisu dari dinamika ekonomi dan sosial yang terjadi di wilayah ini selama lebih dari satu abad lalu. Dengan setiap elemen arsitekturnya, bangunan peninggalan belanda di semarang ini membisikkan kisah-kisah masa lalu kepada setiap pengunjung yang datang untuk menikmati keindahan dan kenikmatan kuliner yang ditawarkan di era modern ini.

D.H. Jacobson Van Den Berg & Co. , Sekarang Bank OCBC NISP

D.H. Jacobson Van Den Berg & Co

Jacobson van den Berg & Co menonjol sebagai salah satu perusahaan dagang terkemuka di Hindia Belanda pada abad ke-19. Berdiri kokoh sejak tahun 1860 di Rotterdam, perusahaan ini memiliki kantor yang terletak di lokasi strategis, berdampingan dengan Kamar Dagang Hindia Belanda. Bangunan kantor ini mengalami renovasi kira-kira pada dasawarsa ketiga abad ke-20, yang mencerminkan pengaruh kuat dari arsitektur Modernisme. Renovasi tersebut membawa angin segar dalam desain, menampilkan simpulan dan estetika modern yang menjadi ciri khas era tersebut.

Saat ini, bangunan bersejarah tersebut menjadi rumah bagi dua perusahaan berbeda yang beroperasi di dalamnya. Salah satu dari mereka adalah Bank OCBC NISP, yang menempati bagian timur bangunan. Transformasi bangunan ini dari kantor perusahaan dagang zaman kolonial menjadi rumah bagi perusahaan-perusahaan modern mencerminkan adaptasi dan evolusi yang terjadi seiring berjalannya waktu, sekaligus mempertahankan kekayaan sejarahnya.

Bangunan ini tidak hanya menjadi simbol dari masa lalu perdagangan yang gemilang di Hindia Belanda, namun juga menjadi representasi dari integrasi antara nilai-nilai historis dengan kebutuhan modern. Hal ini menciptakan harmoni antara masa lalu dan masa kini, di mana sejarah dan modernitas berkolaborasi dalam sebuah bangunan yang tetap berdiri tegak, menceritakan kisah zaman yang telah berlalu sambil melayani kebutuhan zaman sekarang.

Spiegel

Gedung Spiegel, yang berdiri megah di samping Taman Srigunting dan Gereja Blenduk, adalah monumen yang menarik dari masa kolonial Belanda di Semarang. Didirikan oleh Perusahaan NV Winkel Maatschappij pada tahun 1895, seperti yang terukir pada eksterior bangunannya, gedung ini merupakan simbol kemakmuran ekonomi pada masanya.

Letaknya yang strategis, dengan menghadap ke selatan dan fasad entrance yang menyerong ke barat daya, memberikan keuntungan tersendiri. Fasad, yang merupakan bagian depan atau eksterior dari suatu bangunan, pada Gedung Spiegel dirancang dengan estetika yang menarik dan fungsional. Gedung ini memiliki dua lantai yang pada masanya digunakan untuk berbagai kegiatan komersial.

Mengikuti jejak sejarahnya, Gedung Spiegel adalah pusat perbelanjaan atau toko serba ada yang dikelola oleh NV Winkel Maatschappij, dan diberi nama “H Spiegel” untuk menghormati identitas perusahaan. Toko serba ada ini sangat populer di kalangan masyarakat luas, menawarkan berbagai barang kebutuhan dari rumah tangga hingga perlengkapan kantor dari merek ternama dengan model terbaru.

Dalam perjalanannya, toko ini menjadi tujuan utama bagi masyarakat, khususnya komunitas Eropa, untuk mendapatkan berbagai kebutuhan sehari-hari. Menurut sebuah artikel di harian De Locomotief tanggal 12 Februari 1910, Spiegel menyediakan beragam barang keperluan seperti mentega, alat olahraga, buku pelajaran, guci air minum, lampu gas, dan masih banyak lagi.

Gedung Spiegel adalah bagian integral dari landskap urban dan sejarah Semarang, menggambarkan dinamika sosial dan ekonomi dari era kolonial. Meski zaman telah berubah, gedung ini tetap berdiri sebagai saksi bisu dari masa lalu yang beragam dan kaya akan sejarah, menceritakan kisah-kisah dari zaman yang telah lama berlalu.

Javasche Bank, Sekarang Kantor Telkom/Galeri Kreatif

de javasche bank

Bangunan peninggalan belanda di semarang yang terletak pada persimpangan yang dijuluki ‘tusuk sate’ dengan Jl. Branjangan ini memiliki sejarah arsitektural dan fungsional yang kaya. Semula, bangunan ini berfungsi sebagai Kantor Javasche Bank, dirancang oleh biro arsitektur terkemuka Hulswit-Cuypers pada tahun 1908. Desainnya menampilkan keahlian arsitektural dari era tersebut, menunjukkan keanggunan dan kekokohan dalam struktur bangunannya.

Namun, seiring berjalannya waktu dan kebutuhan bank utama untuk memperluas operasionalnya, Javasche Bank memutuskan untuk membangun kantor baru di lokasi luar kota benteng. Ini mengakibatkan bangunan lama di Jl. Branjangan ini mendapatkan tuan baru, yaitu Koloniale Petroleum Verkoop Mij, yang mengambil alih dan memanfaatkan bangunan tersebut sesuai dengan kebutuhan operasional mereka.

Di sebelah timur bangunan utama, terdapat bangunan tambahan yang dahulu berfungsi sebagai tempat perlindungan bagi sais atau sopir kendaraan tamu. Struktur ini mengindikasikan bahwa lokasi ini tidak hanya penting dari segi komersial, tetapi juga dalam hal pelayanan kepada tamu dan pekerjaan sehari-hari.

Sebelum bangunan yang dirancang oleh Hulswit-Cuypers berdiri, tapak ini semula dihuni oleh bangunan dengan gaya arsitektur Neo-Klasik, yang mencerminkan gaya desain yang populer pada masa itu. Perubahan dari gaya Neo-Klasik ke desain yang dibuat oleh Hulswit-Cuypers mencerminkan evolusi arsitektural dan kebutuhan fungsional dari waktu ke waktu.

Gedung Marba

Bangunan bersejarah peninggalan belanda di semarang ini mengalami metamorfosis identitas ketika dibeli oleh Carl Zikel, yang kemudian mengubahnya menjadi sebuah toko kelontong bernama “Zikel.” Toko ini spesialis dalam menawarkan barang-barang rumah tangga impor, dan dengan cepat menjadi populer di kalangan masyarakat Eropa kalangan menengah ke atas di Semarang. Namun, keberuntungan toko “Zikel” tak bertahan lama, karena pada tahun 1930-an, badai krisis ekonomi global mulai menunjukkan dampaknya, mengakibatkan toko ini terpaksa gulung tikar.

Pada tahun 1932, bangunan ini kemudian dijual kepada Marta Badjunet, seorang saudagar kaya raya asal Yaman. Inilah awal dari era baru bangunan ini, yang kemudian dikenal sebagai Gedung Marba. Nama “Marba” adalah akronim yang diambil dari nama pemilik barunya, Marta Bardjunet, sebagai tanda penghormatan dan untuk mengenang transisi kepemilikan bangunan ini. Dengan pergantian kepemilikan ini, Gedung Marba tidak hanya mendapatkan identitas baru, tetapi juga membuka babak baru dalam sejarah panjangnya, menggambarkan dinamika sosial dan ekonomi kota Semarang selama periode tersebut. Gedung Marba menjadi simbol dari evolusi dan adaptasi, memaparkan kisah-kisah dari masa lalu yang berbeda dan mempertahankan jejak sejarah kota Semarang yang kaya.

Menyusuri jejak peninggalan Belanda di Kota Lama tidak hanya memberikan kita pengalaman visual yang menarik, tetapi juga pelajaran sejarah yang hidup dan berharga. Setiap bangunan menceritakan kisah uniknya sendiri, menawarkan pandangan ke dalam periode waktu yang telah lama berlalu tetapi masih sangat berpengaruh terhadap identitas Semarang saat ini. Melalui eksplorasi ini, kita dapat lebih menghargai bagaimana masa lalu dan masa kini berpadu indah dalam kanvas arsitektural dan budaya Kota Lama, menjadikan area Kota Lama Semarang sebagai salah satu destinasi wisata sejarah yang paling berharga di Semarang.